Sekretariat DPC PPCI Kota Pontianak : Jl. Komyos Soedarso Gg. Rambutan 2 No. 56 Kel. Sui Beliung, Kec. Pontianak Barat 78113 Hp. 0812 571 7684 / 0858 2222 7515 email : dpcppci_kotapontianak@yahoo.co.id dan Kearsipan : http://sekretariat-ppcikalbar.blogspot.com

Rabu, 03 Februari 2010

Ganja नर्कोबा Terlaris

Ganja adalah narkoba yang paling sering disalahgunakan di dunia. Dalam World Drug Report (UNODC, 2008): ganja mendominasi 65% narkoba yang disita dan menempati urutan tertinggi penggunaannya di dunia dibanding narkoba lain.
Di Indonesia, sekitar satu dari sepuluh pelajar mengaku pernah menggunakan atau mengisap ganja setidaknya satu kali dalam hidup. Bahkan, separuh dari yang mencoba, mengisap ganja setiap hari atau menjadi pennyalahguna tetap.
Tingginya tingkat penyalahgunaan ganja mungkin disebabkan berbagai mitos yang beredar di masyarakat seputar ganja. Mitos yang membuat masyarakat atau remaja kita merasa nyaman untuk bereksperimen dengan ganja.
Dalam kesempatan ini, saya mengangkat tiga mitos utama yang mungkin dapat membantu anda untuk mengerti. Terlebih dari itu, memberikan informasi yang tepat kepada anak-anak kita.
Mitos 1: Ganja aman karena berasal dari tumbuhan dan tidak diproduksi melalui proses kimia.
Sama seperti kokain (yang berasal dari tanaman koka) dan heroin (dari tanaman opium), mariyuana atau ganja berasal dari tumbuhan. Akan tetapi, ini tidak berarti ganja tidak berbahaya. Ada tidaknya proses kimia yang menyertai proses pengeringan ganja tidak membuat penggunaannya 'lebih aman'.
Aman tidaknya sebuah zat tergantung dari bagaimana tubuh kita bereaksi terhadap zat aktif yang terkandung di dalam zat tersebut. Tetra hidro canabinos (THC) adalah zat aktif pada ganja. Kadar THC dalam darah sangat berpengaruh pada sel-sel saraf otak di pusat ingatan (memory). Ini yang menyebabkan pecandu berat ganja mempunyai ingatan jangka pendek sehingga sulit mengingat hal-hal yang terjadi, bahkan yang terjadi beberapa menit sebelumnya.
Studi jangka panjang yang pernah dilakukan di Amerika Serikat menemukan pemakaian ganja berdosis tinggi dapat menyebabkan gangguan jiwa (psikosis) dan kelainan saraf. Gejala yang ditimbulkan termasuk hilangnya persepsi atau pikiran wajar bahkan sampai ke tingkat schizophrenia.
Ganja lebih bersifat karsinogenik (bisa mendorong/menyebabkan kanker) dibanding rokok karena zat aktif THC dalam ganja mengandung zat penyebab kanker. Dalam sebuah studi kanker yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine menemukan wanita dan anak-anak yang menggunakan ganja mempunyai risiko 11 kali lebih tinggi untuk terkena leukimia.
Kadar ganja dalam darah dapat dideteksi hingga beberapa minggu setelah penggunaan terakhir dan tidak akan pernah hilang jejaknya dalam tes DNA.
Mitos 2: Ganja tidak akan menyebabkan kecanduan. Pengguna ganja tidak akan mengalami kerusakan otak dan mempengaruhi pikiran si pengguna.
Penelitian Profil Pecandu (YCAB, 2001) membuktikan bahwa lebih dari 70% pecandu berat narkoba memulai 'karier' mereka dengan menghisap ganja. Ganja biasanya menjadi narkoba pilihan awal bagi remaja yang kemudian membuka celah untuk penggunaan narkoba “keras” lainnya seperti putauw, kokain, shabu dll.
Studi yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) menemukan kira-kira ada satu dari empat atau lima anak yang mencoba narkoba akan menjadi pecandu. Walaupun tidak semua yang mencoba akan berakhir menjadi pecandu, tetapi pada saat mereka terus memakai, toleransi mereka terhadap narkoba yang dipakainya akan meningkat sehingga rentang waktu penggunaan akan semakin rapat. Inilah tanda mulai ketergantungan/kecanduan.
Berbagai riset mengonfirmasi bahwa ganja menimbulkan efek langsung jangka pendek terhadap penyalahguna. Mulai dari perubahan pola pikir, persepsi dan kemampuan mengolah informasi, sampai kepada berkurangnya daya ingat yang kemudian memengaruhi proses kognitif seseorang. Jika proses ini diulang terus menerus, efek jangka pendek tersebut akan membawa dampak jangka panjang kesehatan mental pengguna.
Bagi yang merasa tidak kecanduan, perlu diketahui bahwa kerusakan permanen pada sel otak akibat penggunaan narkoba (walau hanya sekali-kali) akan membawa dampak di kemudian hari. Walaupun gejalanya tidak terlihat, bukan berarti kerusakan tidak terjadi.
Mitos 3: Ganja justru memiliki “efek medis” yang digunakan terhadap pasien kemoterapi untuk menghilangkan rasa mual dan meningkatkan nafsu makan bagi penderita AIDS.
THC, yang merupakan zat aktif dalam ganja, memang memiliki manfaat kesehatan bagi pasien dengan kondisi medis tertentu. Namun hal ini hingga kini memang masih sengit diperdebatkan.
Yang jelas, THC yang dimaksud di sini adalah THC sintetis. THC sintesis inilah yang dipakai sebagai bahan dasar obat Marinol yang sudah digunakan sejak tahun 1985 untuk mengendalikan rasa mual pada pasien kanker dan meningkatkan nafsu makan bagi penderita AIDS.
Namun, ganja yang dihisap sama sekali tidak memiliki manfaat medis. Menghisap ganja sama dengan memasukkan THC mentah ke dalam sistim tubuh. Inilah yang membahayakan kesehatan.(VC/0908)

Dari Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar